Rabu, 09 Januari 2013

LEGAL FORMAL ORGANISASI PROFESI GURU

WAMENDIKBUD: Belum Ada Organisasi Profesi Guru Yang Diakui Pemerintah
Organisasi PGRI Tak Diakui, Guru Ancam Aksi Nasional
Selasa, 08 Januari 2013

BANDARLAMPUNG – Pernyataan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud) Musliar Kasim menuai reaksi dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) kabupaten/kota di Lampung.

Tidak hanya itu, PGRI se-Lampung akan menggalang aksi protes secara nasional terkait tidak diakuinya PGRI sebagai organisasi profesi oleh Kemendikbud.
’’Ini bentuk tidak menghargai sejarah dan cenderung provokatif. Statemen itu cacat hukum. Sebab sejak pasca kemerdekaan kita (PGRI) sudah ada,’’ terang ketua PGRI kabupaten Pringsewu Drs. Ateng Sutendi, Senin (7/1).

Senada, ketua PGRI Tanggamus, Drs. Sudarman menegaskan bersama PGRI kabupaten kota dan provinsi, guru akan memberikan tanggapan secara nasional atas apa yang disampaikan Kemendikbud itu. ’’Jadi kita lihat saja apa tanggapan PGRI nanti. Yang jelas kita di daerah akan menggalang gerakan di daerah,’’ terangnya.
Reaksi serupa datang dari PGRI Lampung Timur. Ketua PGRI setempat Drs.M.Taufik, M.M menjelaskan, PGRI merupakan salah satu organisasi profesi yang independen yang memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tanga (AD/ART).

Selain itu, keberadaannya tersebar di seluruh Indonesia termasuk Lamtim. ’’Selama ini, PGRI selalu memperjuangan kepentingan guru. Jadi tidak benar kalau PGRI dipolitisasi,’’ jelasnya.

Karenanya, bila keberadaan PGRI tidak diakui pemerintah diakui pemerintah. M.Taufik khawatir akan menimbulkan kegelisahan para guru di Lamtim. Sebab, di Kabupaten Lampung Timur, PGRI memiliki anggota yang mencapai 12 orang. Dari jumlah tersebut 11 ribu di antaranya telah memiliki kartu anggota.

Pendapat berbeda justru dikemukakan Ketua PGRI Kota Metro Drs. Arsyad. Menurutnya, pernyataan Wamendikbud Muslinar Kasim dinilai relevan. Namun dia mengingatkan jasa PGRI dalam memperjuangkan hak-hak guru selayaknya menjadi pertimbangan. Bahwa organisasi ini salah satu organisasi profesi yang patut diakui.

’’Tidak ada yang salah dari pernyataan wamen. Kondisinya memang demikian. Tapi ingat bahwa PGRI juga berjasa mengakomodir nasib guru. Termasuk digagasnya Undang Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,’’ tegas Arsyad kepada Radar Lampung, kemarin (7/1).

Diakui atau tidak sambung Arsyad, PGRI adalah lembaga yang sudah berdiri pasca kemerdekaan RI tepatnya 1946. Organisasi ini, sudah mengakar tidak hanya pada tingkatan pusat. ’’PGRI sudah mengakar, bahkan sampai ranting. Diakui atau tidak, silahkan saja dikaji. Tapi bagaimana pun, organisasi ini merupakan kepanjangan tangan dari jutaan guru di Indonesia. Presiden SBY pun mengakui hal ini,’’ tandasnya.

Apa pun bentuknya, dalam rasionalisasi organisasi, PGRI dipandang paling siap dalam pemenuhan syarat. ’’Organisasi ini paling baku. Kita paling siap untuk mengikuti apa pun syarat maupu kreterian yang diajukan pemerintah. Tidak hanya sekup nasional, PGRI pun sudah diakui oleh lembaga internasional. Jadi saya rasa, itu bukan masalah,’’ tukasnya.

Arsyad menambahkan, PGRI merupakan lembaga yang paling solid dari lembaga profesi guru lainnya. Selain struktur kepengurusan yang sudah ada, dalam UU guru dan dosen, diperkenankan untuk berserikat.

Senada dengan Metro, PGRI Lampung mengakui bahwa memang belum ada induk organisasi profesi guru yang diakui secara legal formal. Selama ini, kata Wakil Ketua I PGRI Lampung Drs. Joko Sutrisno A.B., M.Pd., baik dalam Undang-Undang Guru dan Dosen maupun Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru hanya dijelaskan bahwa guru itu wajib ikut organisasi profesi.

’’Sedangkan mengenai organisasi guru yang diakui secara legal formal belum ada dalam semua peraturan tersebut. Hal itulah yang melandasi pemerintah merevisi PP 74/2008. Jadi bukan tidak diakui tapi belum diakui,” terangnya.

Dengan begitu, imbuh Joko, nantinya organisasi guru yang dibentuk memiliki dasar hukum. ’’Sekali lagi, yang ada saat ini, belum ada satu pun organisasi profesi guru yang memiliki landasan legal formal. Inilah yang harus dipahami semua pihak,” tegasnya mewakili Ketua PGRI Lampung Dr. Wayan Satria Jaya kemarin.

Joko melanjutkan, kalau revisi ini untuk melahirkan organisasi guru yang memiliki dasar hukum yang kuat dan diakui secara legal formal, pihaknya mendukung.
’’Ya, PGRI adalah organisasi guru yang paling siap memenuhi ketentuan tersebut. Karena kepengurusan kami ada dari level pusat hingga kecamatan. Jadi kalau syarat pendirannya memiliki anggota 75 persen dari jumlah guru di Indonesia, PGRI sudah melebihinya. Sebab di seluruh provinsi dan kabupaten/kota di tanah air, kepengurusan kami sudah 100%,” ungkapnya.

Selain itu, lanjut dia, PGRI adalah satu-satunya organisasi guru di Indonesia yang diakui sampai tingkat internasional. ’’Jadi bukan hanya di dalam negeri, bahkan di luar pun kami diakui. Seperti oleh Amerika Serikat dan Education International atau lembaga pendidikan internasional,” paparnya.

Dia pun menegaskan bahwa pihaknya terbuka terhadap guru maupun organisasi guru lain yang hendak bergabung dengan PGRI. ’’Ya, kami ini organisasi terbuka. Jadi siapa pun dia, asalkan guru, bisa bergabung,” tandasnya.

Dia mencontohkan Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak (IGTK) dan para guru honorer yang sudah masuk kepengurusan PGRI. ’’Tetapi ingat, jangan bawa-bawa kepentingan politik di sini, karena kami bukan partai dan tidak berafiliasi dengan partai,” pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) secara tegas menyatakan sampai saat ini belum ada induk organisasi profesi guru yang diakui. Pernyataan ini disampaikan Wamendikbud Bidang Pendidikan Musliar Kasim, Minggu (7/1) lalu.

Dengan pernyataan tegas dari Kemendikbud itu, otomatis mementahkan klaim pihak lain yang menyebut sebagai organisasi profesi guru. Bahkan, PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) yang notabene memiliki perwakilan sampai tingkat kecamatan pun tidak diakui sebagai organisasi profesi guru.

Selain itu, organisasi atau LSM guru di luar PGRI juga tidak bisa mengklaim diri sebagai organisasi profesi guru. Seperti Ikatan Guru Indonesia (IGI), Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), dan sejenisnya. ’’Jadi sampai sekarang belum ada,” kata mantan rektor Universitas Andalas itu.

Melalui revisi PP tentang Guru inilah akan ada dasar hukum pembentukan organisasi profesi guru. Saat ini, perkembangan revisi tersebut masih pematangan draf di internal Kemendikbud. Tahap berikutnya adalah uji publik untuk unsur guru. ’’Kalau ada organisasi guru yang protes, silakan dituangkan saat uji publik nanti. Pasti kami tampung,” tegas dia.

Dalam draf revisi PP tentang Guru sudah ditetapkan nama organisasi profesi guru. ’’Namanya bisa tetap Organisasi Profesi Guru,” kata dia. Tetapi kepastiannya menunggu penetapan PP tentang Guru yang baru

Tidak ada komentar: